Daftar Blog Saya

SOCIAL MEDIA

Minggu, 14 September 2025

Pagi itu hujan turun lebih awal



Pagi ini hujan turun lebih awal, seperti biasa kuseduh teh Rosella, teh yang berwarna merah ini yang menemaniku untuk memulihkan energi, fokus, dan pikiran.

Kurasakan bunyi kretek di badanku, berderu normal, dan biasa saja. Ku minum teh perlahan, lalu kuhirup udara yang basah bercampur air hujan. Rasanya begitu wangi ketika aroma teh dan aroma air hujan bertabrakan satu sama lain.

Aku candu dengan suasana ini, sejenak lupa dengan segala masalah duniawi yang sedang berperang di dalam hati dan pikiranku.

Kulihat pohon mangga membisu, bendera merah putih yang di atas rumah diam ketika diguyur hujan, tak lagi berkibar. Ia membeku, tak ada rona sumringah di garis warnanya. 

Kemudian kualihkan pandangan ke selokan yang sudah penuh dengan air hujan, tak ada ikannya. Pinggiran selokan itu ditimbuhi bunga kertas, bunganya hanya mekar sebanyak lima tangkai. Tangkai yang lain mengering, namun kini telah dibasahi oleh hujan.

Butir-butir hujan jatuh berirama di halaman yang tergenang depan rumah dan menciptakan lingkaran-lingkaran kecil yang hilang dalam hitungan detik. Suara rintik hujan berpadu dengan gemericik air yang mengalir dari talang rumah. Sesekali angin membawa aroma tanah yang basah, aroma yang selalu membuatku rindu masa kecil.

Dulu, saat pagi hujan turun, aku akan berlari keluar rumah tanpa alas kaki, membiarkan air hujan membasahi tubuhku. Ada kebebasan yang tidak bisa kujelaskan dengan kata-kata.

Tapi kini, aku hanya bisa menikmatinya dari balik jendela, sambil menggenggam cangkir teh. Mungkin karena tubuh ini tak lagi setangguh dulu, atau mungkin karena hati ini terlalu penuh dengan beban yang membuatku lebih suka diam.

Di halaman, rumput-rumput yang biasanya kering kini segar kembali, berdiri lebih tegak, seperti manusia yang kembali mendapat semangat hidup.

Daun-daun pepohona di sudut halaman bergetar setiap kali tersentuh tetes hujan. Ada seekor burung kecil berteduh di cabang yang lebih rendah, bulunya mengembang, matanya menatap kosong ke arah udara yang kelabu.

Langit pagi itu seperti selimut abu-abu yang tebal. Cahaya matahari benar-benar tertutup, membuat suasana semakin sendu.

Suara kendaraan di jalan terdengar lebih pelan dari biasanya, seolah semua orang memperlambat laju mereka karena hujan. Di kejauhan, samar-samar kudengar bunyi klakson yang cepat mereda, kalah oleh suara hujan yang mendominasi.

Aku menatap kembali cangkir di tanganku. Asapnya sudah tak lagi setebal tadi, menandakan teh itu mulai mendingin. Tapi rasanya tetap hangat di lidah dan dada. Hangat yang berbeda, hangat yang menenangkan hati meski di luar sana udara begitu dingin.

Hujan membuat waktu seakan berjalan lebih lambat. Aku masih duduk di kursi yang sama sejak tadi, hanya berganti posisi, memandangi sudut-sudut halaman yang biasanya tak begitu kupedulikan.

Ternyata ada banyak hal kecil yang baru kusadari: bunga kertas yang mengering, lumut tipis di tepi selokan, bahkan retakan kecil di tembok pagar. Semua itu terlihat jelas saat hujan, mungkin karena suasana ini membuatku lebih peka.

Sesekali pikiranku kembali pada masalah yang sedang kuhadapi. Pertarungan di dalam kepala ini belum juga usai, tetapi hujan seperti memberi jeda.

Aku seperti diberi izin untuk berhenti sejenak, menghela napas panjang, dan membiarkan semua rasa penat mengendap.

Di dapur, kudengar suara air menetes dari ember yang bocor. Suara itu berulang-ulang, tapi anehnya tidak mengganggu. Justru berpadu dengan musik alam dari hujan yang terus mengguyur.

Aku kembali melirik tiang bendera di atas rumah. Bendera itu tetap diam, basah kuyup, warnanya sedikit pudar, tapi tetap merah dan putih. Ada rasa haru yang sulit dijelaskan. Seperti melihat seseorang yang sudah lelah tapi tetap bertahan.

Waktu berjalan, dan hujan masih turun dengan sabarnya. Aku menghabiskan sisa teh  dengan perlahan, menatap kosong ke arah jalan yang becek. Anak-anak tetangga sudah tidak ada yang bermain di luar.

Mereka mungkin duduk di dalam rumah, menonton televisi, atau bermain gawai. Berbeda sekali dengan masa kecilku yang justru menunggu hujan untuk keluar berlari-larian

Pagi semakin gelap, lampu-lampu mulai menyala satu per satu. Tapi hujan belum juga reda. Aku tidak keberatan. Dalam hati, aku malah berharap hujan ini bertahan sedikit lebih lama. Karena setiap tetesnya seperti membawa sedikit beban keluar dari pikiranku.

Hujan pagi ini mungkin tidak istimewa bagi banyak orang. Tapi bagiku, ia adalah jeda yang kubutuhkan, sejenak untuk bernapas, untuk merasakan, untuk mengingat bahwa hidup tidak hanya tentang berlari mengejar sesuatu. Kadang, kita juga butuh diam, mendengarkan, dan membiarkan hujan berbicara.


Ditulis: Fanny Indra Pratama

Rabu, 27 Agustus 2025

Rasakan nikmatnya hidup

 



Saat malam tertidur

Jam kerja membangunkannya

Aku pun bangun dari mimpi

Untuk bisa kaya

Aku menyelipkan mimpi

Di kamar gelap berukuran 3x5m

Di 8 jam kerja dan berharap bisa naik pesawat keluar negeri misalnya Norwegia

Mimpinya yang besar pun susut namun memanjang

Jadi kredit pinjaman beberapa tahun yang hampir setengah gaji

Jadi beban yang tak kunjung usai

Doaku Tuhan panjangkanlah umurku seperti tanggungan dan cicilan

Limpahkanlah rahmatmu setiap hari

Biar yang minimum cukup jadi upah kami sebulan sekali


Ditulis: Fanny Indra Pratama


Rabu, 20 Agustus 2025

Omong Kosong



Bisakah ku terus bicara tentang cinta jika dari awal kita membicarakan apa yang tak aku punya?

Adakah yang lebih menarik dari kepercayaan manusia pada apa yang tak ia ketahui pastinya?

Setelah di dunia tak punya lagi kata untuk menyatakan cinta, sementara dunia dalam kepala adalah apa yang tak kita ketahui sebelumnya.

Anak-anak dalam tubuhku terus mencari ibu yang melahirkannya menjelma jadi apa saja, menjadi sarapan, cucian, kekhawatiran jika pulang terlambat. 

Anak-anak dalam tubuhku terus mencari ibu yang merawatnya menyerupai pelukan saat bayi. Ia terus jadi nada sambung, pertemuan yang tak terbendung, jadi ungkapan untuk hati-hati di jalan. 

Mungkin cinta tak kupunya
Tapi ia menjelma jadi apa saja. 


Ditulis: Fanny Indra Pratama

Jumat, 08 Agustus 2025

Happy International Cat Day

 


Nino, sewaktu kamu umur 10 bulan mula-mula kamu ku namai, ku ajari bagaimana kamu membuang kotoran; rumitnya cara manusia tapi kamu memakluminya lalu waktu menumbuhkanmu dan menumbuhkanku.

Ngeongnya seperti suara adzan subuh tadi yang membangunkanku setiap hari. Meski bulu rontoknya membuatku bersin-bersin sepanjang pagi.

Cinta yang kekal; cinta yang tak masuk akal. Aku masih ingat makanan kesukaanmu, masih ingat juga tiap pulang kerja selalu menungguku di depan teras rumah dan masih ingat bagaimana mata kantukmu setelah semalaman menemaniku bermain ps.

Aku masih ingat caramu agar aku tidak pergi dengan menahanku, tapi bagaimana caranya menahan kepergian darimu?

Happy International Cat Day!
Semoga panjang umur, sehat selalu dan kita bisa selalu bersama untuk waktu yang lama.


Ditulis: Fanny Indra Pratama

Selasa, 29 Juli 2025

Kamu Engga Pernah Sendirian




Banyak hal yang kusyukuri salah satunya adalah keberadaanmu. Aku pernah menulis https://www.anakanggut.com/2024/12/walau-pedih-ku-bersamamu-kali-ini-ku.html “Walau pedihku bersamamu kali ini ku masih ingin melihatmu esok hari” dan aku masih merasa itu adalah hal yang harus disyukuri olehku. Keberadaanmu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari apa yang membuatku bahagia dan apa yang membuatmu harus berbahagia juga. Selamat bertambah usia dan selamat menjadi lebih dewasa. 

Tidak menulismu di bulan ini adalah pilihanku sendiri, bukan karena tak mau tapi aku hanya suka bagian kamu yang aku miliki. Aku melewatkan tiap peringatan keberadaanmu setahun terakhir ini, tapi percayalah aku mengucapkannya dalam hati lewat diam-diam.

Sayang, di hari ini mungkin sudah banyak ucapan yang kamu dengar, diantaranya terselip doa berharap dikabulkan oleh Tuhan. Mungkin juga sudah ada pesta perayaan atau hanya sekadar tiup lilin ditemani mama hari ini, bahagiamu. Hari ini juga, aku tengah bingung perihal cara menyampaikan ucapan seperti teman-temanmu. Menarikan jemari pada huruf yang tertata rapi pada sebuah gawai. Merangkai beberapa kata, lalu menghapusnya, merangkai lagi, lalu menghapusnya lagi. Mencoba mencipta rumpunan kata seindah yang kubisa. Namun apa daya, aku ini hanya seorang penulis amatiran bermodal angan dan imaji saja. Menuangkan kata yang ada dipikiran tidak semudah yang dibayangkan. Namun aku mencoba, aku berusaha demi tercipta tulisan ini. Ucapan selamat ulang tahun untukmu. 

Sayang, terima kasih, terima kasih sudah berjuang sejauh ini. Terima kasih telah merelakan apa yang memang seharusnya bukan untukmu. Dan maaf, maaf terlalu keras dan memaksamu untuk terus berlari padahal aku paham, perihal hidup bukan sebagai ajang perlombaan tentang siapa yang akan mencapai garis finish terlebih dahulu. Di usiamu sekarang ini aku mengerti sekali tentang rasanya beranjak dewasa. Tentang hari-hari penuh kecemasan memikirkan yang akan terjadi esok hari, malam dipenuhi dengan pikiran berkecamuk, insecure yang seringkali terlintas begitu saja tanpa sebab. Semua itu tidak mudah, bertumbuh dewasa itu penuh dengan halang rintang pada setiap jalannya. Terima kasih telah kuat dan bertahan sampai sejauh ini, terima kasih telah menyebar bahagia kepada setiap insan yang mungkin harinya sedang dipenuhi pilu dan terima kasih telah pernah mau.

Bukan kado yang kuberikan, namun hanya sebuah rangkaian kata abstrak. Kutuang segala tulus disertai setitik kerinduan dari jauh setiap baris tulisan ini. Menyerukan amin paling serius dalam setiap doa yang terucap. Menabur bahagia untuk setiap deret huruf yang mencipta kata.

Ini mungkin tidak akan terbaca olehmu, namun kuharap seluruh doaku ini dikabulkan oleh sang maha pemberi kehidupan. Sekali lagi, selamat ulang tahun, Felia, semoga berkat Tuhan tak berkesudahan atasmu.


                       Perpisahan di Bandara El Tari




Ditulis: Pacarmu, Manusia paling keren setongkrongan Anggut.


Jumat, 27 Juni 2025

Semoga banyak waktu untuk kita

 


Sekitar 11 tahun lalu. Aku duduk di restoran ini. Tanpa pekerjaan, hampir tanpa uang, dengan dunia yang rasanya hancur tanpa harapan. Aku datang ke sini, duduk di tempat sekarang dari sore hingga petang, yang aku lakuin waktu itu, berpura-pura punya kerjaan. Memakai kemeja putih, celana dasar hitam dan sepatu hitam. Aslinya aku pengangguran dan engga mampu beli makanan di sini..

Duduk di sini ingin merasakan seperti orang banyak yang sedang mesen makanan enak. Dan nyatanya aku hanya bisa mesen siomay yang isinya 3 dengan harga 15ribu. Dipikir- pikir itu sangat menyedihkan. Tapi sekarang, aku bisa membeli 1 bahkan lebih menu dari setiap makanan yang ada di sini, tanpa takut besok engga bisa makan.

Mungkin setelah sekian lama, progress hidup tidak secepat orang-orang sebaya, tidak hebat, biasa-biasa saja, tapi jauh lebih baik.

Yang namanya progress, tetaplah progress, dan selama kamu berprogress, tidak seorang pun, sekali lagi, tidak seorang pun yang boleh membuatmu merasa seperti pecundang, hanya karena ada orang dengan keadaan yang jauh lebih baik, itu tidak menjadikan kamu pecundang.

Bagaimanapun, tidak akan ada yang mengerti bagaimana sulitnya jalan yang harus dilalui, banyak rintangan yang membuat jalan rasanya lebih sulit, tidak mudah untuk berjuang, makanya setiap progress yang terjadi, seberapa pun sedikitnya, itu adalah kemenanganmu.

Nikmatilah sayangku, tidak perlu menunjukan pada siapapun apa yang sudah dicapai, cukup nikmati sendiri, dan buat progress baru agar kamu tetap hidup. 


Ditulis: Fanny Indra Pratama

Sabtu, 14 Juni 2025

Benci untuk mencintaimu

 


Akhir-akhir ini mungkin aku memikirkan yang seharusnya engga usah aku pikirkan.

"Aku tak tahu apa yang terjadi antara aku dan kau"

Lagu ini mengalun pelan di telinga kiri ke kanan dari hati lalu ke perasaan. 

Disini lah aku di warkop, dengan segala cerita yang ada. Tempat terbaik untuk bertemu. Baik itu pekerja, pensiunan dan mahasiswa. Malam ini aku menggunakan earphone di kedua telinga, dan bandrek yang rasanya tetap sama. 

Tak lama, datanglah pasangan dengan raut wajah kusut. Tiba-tiba duduk di depan meja ku. Aku pun dengan sengaja mematikan lagu tapi tetap dengan earphone di telinga, percakapan mereka kurang lebih seperti ini. 

“Kayanya kita gabisa sama-sama lagi” ujar wanita itu

“Hah? Setelah yang aku dan kamu lalui, kamu mendadak ingin pergi?” jawab pria di depannya

“Iya, kita gabisa terus begini. Suamiku bisa tau”

Mereka nampaknya tidak tahu kalau aku dapat dengar dengan jelas percapan mereka. 

“Aku mau terus sama kamu, aku ga peduli lagi sama suami kamu, biar kita yang hadapi sama-sama” nada pria itu meninggi. 

“Udah gila kamu ya, aku gabisa. Aku istri dia, aku tetep milih dia”

“Jadi dari sini kita coba buat membenci” lanjut si wanita 

Setelahnya aku lupa. Tapi aku ingat akhirnya, si wanita menangis terisak keluar warkop, lalu masuk ke mobil dan si pria mencoba mengejarnya.

Akupun mem-play lagu itu kembali. 

"yang kutahu pasti kubenci untuk mencintaimu"

Aku mulai mendapatkan makna dari lagu ini. Dua hati yang saling mencintai tapi dipaksa saling membenci. 

"Aku tak tahu apa yang terjadi antara aku dan kau"

Tak lama, datanglah pasangan dengan umur kira-kira awal dua puluhan, yang tidak mungkin salah satu dari mereka telah menikah dan memilih selingkuh.

Mereka duduk di seberang belakang meja ku. Kali ini aku melanjutkan lagi untuk mendengarkan lagunya. Dan tidak sengaja mendengarkan percakapan mereka. 

“Sudahlah, kita itu udah gabisa sama-sama lagi, perasaanku ke kamu itu udah berubah” ujar si wanita. 

“Please, kasih aku kesempatan lagi, kali ini aku beneran, aku pengen mengubah diriku lebih baik lagi. Ayolah, kali ini aja” tangkas si cowo dengan nada yang coba menyakinkan lawan bicaranya. 

“Kesempatan apa lagi? Aku itu sudah berikan kamu lebih dari 10 kesempatan, ada ga yang kamu buktikan? Tidak ada. Kamu tau 5 bulan dalam waktu yang panjang aku menahan rasa sakit ini, kamu caci maki aku, kamu ga peduli lagi sama aku, perasaanmu udah ga sayang lagi ke aku. Aku menahan semuanya, tau gak?! Wajar dong sekarang aku capek, wajar dong kalau aku mau sudahi hubungan ini”

Yes! Disinilah serunya!

“nggg…”

Lama sekali, aku menunggu jawaban si cowo ini. 

“Aku gatau udah berapa kali kamu nyakitin aku, aku juga gatau udah berapa kali aku mengemis cinta ke kamu. Tapi anehnya selama kamu buat aku tersiksa seperti ini, aku ga bisa benci sama kamu, aku tetep cinta sama kamu. Aku itu benci begini, aku benci masih cinta sama kamu” timpal si wanita dengan nada tinggi dan menahan isak tangisnya demi perkataan tadi. 

Belum sempat si cowo membalas perkataan si wanita, lagi-lagi kali ini si wanita duluan yang keluar dari warkop. Tapi kali ini dia mencoba berlari entah kemana, dengan tangisan yang tak kalah histeris dari wanita yang selingkuh tadi.

Jam menunjukan pukul sembilan malam, aku pun mulai bosan di sini dan mem-play kembali lagu ini, berniat mengakhiri satu lagu ini saja. Ini sudah hampir di akhir lagu. Sayup terdengar begitu pelan temponya.
 
"Yang kutahu pasti kubenci untuk mencintaimu"

 



Ditulis: Fanny Indra Pratama

Kamis, 05 Juni 2025

Kembali



Perempuan ini cantik dan menyimpan banyak kenangan dalam cinta yang panjang. Dengan langkah yang cepat dan kesabaran setipis tisu, mungkin ada saat di mana kehidupan membuat langkahnya berat dan baginya yang aneh adalah kisah cintanya yang unik itu. 

Terima kasih sudah mau menerimaku kembali. Terima kasih karena sudah menjadi bagian alasan aku percaya hidup untuk yang kesekian kali. Denganmu, aku tidak pernah menyesal barang satu hal.

Sejujurnya ketakutanku adalah
"Bagaimana kalau pada akhirnya kamu beneran ninggalin aku di saat aku sedang sayangnya ke kamu?"

"Setelah melihat keributan di bulan Mei membuat perubahan yang aku takuti selama ini jadi nyata, apa bisa kamu lakukan itu lagi nantinya ke aku?"

"Bagaimana meski bersama tubuhnya tapi aku mengingat hal lalu yang telah meninggalkan aku?"

Dan seperti orang-orang bilang, ketakutan adalah manifestasi yang suatu saat bisa terjadi. Tapi aku berbohong jika mengaku tidak bahagia ketika bersamanya. 

Ini kali pertama ada perempuan yang mampu membuat perubahan drastis dalam kehidupanku. Meskipun pada akhirnya aku tetap membuat kamu kecewa. Tapi jika ada kuisioner dari tuhan tentang jawaban cepat tipe perempuan yang aku inginkan, aku jawab yang seperti kamu. 

Karena aku ingin berlama-lama cerita tanpa membuat kesan yang entah apa, karena aku ingin mendengarkan lagu favorit "sampai jadi debu" dengan satu earphone berdua meskipun volumenya bikin sakit telinga, karena aku ingin ada tangan yang menahan aku ketika aku begitu ingin lesat dan buru-buru padahal hanya untuk sampai kesebrang. 

Pesanku untuk kamu; Tetaplah mencintaiku seperti awal bulan April, tetaplah seperti Felia yang dulu, jika nanti kamu merasa cape dengan hubungan ini, ingatlah kenangan yang pernah kita buat, karena kita pernah melakukan itu bersama. 

Terima kasih sudah mau kembali.


Ditulis: Fanny Indra Pratama

Minggu, 01 Juni 2025

Aku tidak pernah menyangka, kesendirian ini ternyata bisa buatku kalah dalam segala hal.

 


Seperti malam minggu biasanya, aku pergi sendiri selepas matahari terbenam. Bagi mereka yang sudah menikah, mereka akan pergi jalan sama keluarganya masing-masing. Sementara aku tidak punya siapa-siapa ini, sekarang masih duduk sendirian di pinggir pantai berkas, bersama sebotol fristine dan biskuit oreo. 

Di kota yang kecil di pesisir pantai Sumatera ini, entah kenapa aku merasa sepi. Hari-hari menoton dan ditutup dengan kesendirian, tampaknya lambat laun mulai membuat hidup tak lagi menjadi sesuatu yang menyenangkan untuk dijalani. 

Dulu kupikir menjadi dewasa akan mengubah hidupku jadi lebih baik. Atau setidaknya bisa lebih hidup sebagai seorang manusia yang semestinya. Sekarang sudah berbeda, menjadi dewasa itu sulit, kesepian, sendirian. Aku tidak pernah menyangka, kesendirian ini ternyata bisa buatku kalah dalam segala hal.  

Bunyi dentuman ombak menjadi latar lagu untuk malam yang sudah cukup larut ini. Jika aku pikir-pikir lagi, tidak ada istimewa sama sekali dalam hidupku. Tidak ada hal yang bisa ku banggakan atau setidaknya membuat orang-orang terdekatku bangga. Mereka semua hanya menetap sementara, lalu seperti yang sudah-sudah, semua akan pergi meninggalkanku sendiri lagi. 

Dari tempat ku duduk sekarang, mataku menatap pantai yang diterangi kapal-kapal nelayan. Ku lihat disekelilingku manusia-manusia semua tertawa, bercengkrama dengan pasangannya, dan tampak hidup dengan bahagia. 

"Kenapa ya hidup orang banyak terlihat membahagiakan? 

" Apa cuma aku yang hidup tidak terlihat bahagia?" 

"Atau mereka pintar mengatur kebahagiaannya sendiri?"

Pikiranku sempat terhenti sebentar saat samar-samar aku mendengar lagu Peterpan "membebaniku", yang dimainkan oleh pengamen dengan suara sumbang dekat tempatku duduk. Lirik lagunya bener-bener menyindirku.

Jam sudah menunjukan jam 21.45 WIB. Ku ambil HP di saku celanaku dan menelfon dia.

"Lagi di mana?"

"Lagi di jalan pulang sama lita, bentar ya"

"Oalah, okedeh"

Akhirnya kuputuskan tidak beranjak dari pantai ini. Ku melihat langit gelap dipenuhi bintang kecil dari kejauhan. Semua orang masih terlihat bahagia. Dan aku masih seperti ini. Kesepian.

Tiap tanggal 31 jadi tanggal spesial buatku. Seharusnya malam ini bisa merayakan bersama, tapi dengan keadaan semrawut gini aku hanya bisa merayakannya sendiri. 

Sudah 15 menit aku memandang langit gelap dan kuputuskan untuk menghabiskan minumanku dan bergegas pulang. 

Tampaknya hari ini aku akan menghabiskan malam-malam sendiri lagi. Aku mengusap wajahku beberapa kali. Rasanya lelah sekali. Cinta yang dulu kupikir bisa membuat kita bahagia, ternyata justru aku sendiri yang mengacaukannya.. 

Kisah cinta ini telah berhasil membuatku gila.


Ditulis: Fanny Indra Pratama

Kamis, 29 Mei 2025

Hanya bisa mengucapkan terima kasih

 


Aku engga tau ini seneng atau engga. Aku sendiri engga menyangka kalo tulisan engga jelas ini ada yang mau baca.

Aku share di twitter engga maksud untuk dibaca, tapi ingin menyampaikan kalau aku seneng menulis, tapi pas dapat dm kaya gini aku jadi bingung responnya gimana..

Hanya bisa mengucapkan "Terima Kasih"

Sedikit keyakinan bahwa ini bisa terlewati


Akhir-akhir ini aku suka keluar sendiri. Jalan kaki sambil menikmati lagu, atau kadang mendengarkan isi kepala sendiri. Melamun, melamun, melamun, tahu-tahu sudah di ujung perbatasan. Sesekali duduk di bangku sambil meminum air dari botol dan melihat orang berlalu-lalang. Trik ini kupelajari dari temenku: Kalau perasaan sedang tidak karuan, coba pergi ke tempat ramai orang berkegiatan. Pasar, terminal, dan stasiun. Denyut kehidupan mustinya membuatmu sadar bahwa kamu tidak menderita sendirian. Tapi trik ini tidak berhasil untuk ku. Ntah kenapa tiap mencobanya aku merasa seperti ada yang ganjal dalam perasaan ini. 

Bangku disebelahku terlihat kosong, aku menatap langit biru dari kejauhan sambil bergumam "Kalau ini sudah jadi takdir ku, aku ikhlas ya Tuhan". 

Di ujung sepatu ku ada sebuah bongkahan batu aspal kecil berwarna hitam, ku ambil batu itu dan ku lihatin dalam keadaan pikiran kosong. Aku percaya batu ini sebelumnya sudah berpindah-pindah dari sepakan kaki ke kaki, dan akhirnya batu itu berhenti tepat di ujung sepatu ku. 

Aku tau batu ini tidak bisa berbicara tapi kuberharap dia bisa mendengarkan, hey batu, bulan ini aku menemukan diriku yang paling hancur. Tapi aku juga menemukan diriku yang paling kuat. Di hari terakhir sedihku ini, aku melangitkan semua do'aku. Agar di hari pertama, aku usai dengan rasa sakitku, aku tak lagi jatuh pada pikiranku, akan kutulis semua harapan baik disetiap hariku, aku berprangsaka baik kepada hidup, barangkali ia tersentuh dan tak tega memberi kita hal-hal buruk. 

Dengan dihadapkan situasi seperti ini, akhirnya aku sadar dan sedikit paham tentang harapan untuk tidak berharap lebih maupun kurang. Terkadang hidup tak berjalan seperti apa yang kita rencanakan. 

Setelah berbicara kepadamu (batu aspal hitam) Semoga aku tak terlalu lama merasakan pahit, semoga aku tak terlalu banyak memakan manis, sebab hidup tak pernah mengajariku mengecap hambar.


Langit Tuhan mulai memerah dan malampun bentar lagi menunjukan wujudnya. Aku pulang dulu ya batu, aku letakin di mana pertama kali aku menemuimu. Terimakasih sudah mau mendengarkan ocehan remeh temeh ini. Selalu ada hal baik dari pertemuan kita sore ini. Bye 👋


Kemana langkahku pergi

Slalu ada bayangmu

Ku yakin makna nurani

Kau takkan pernah terganti

Saat lautan kau sebrangi

Janganlah ragu bersauh

Ku percaya hati kecilku

Kau takkan berpaling

Chrisye, 1997


Aku, sayang kamu, selalu. 

Ditulis: Fanny indra Pratama