Sejatinya warung kopi atau lebih disingkat warkop tersedia untuk mereka yang haus dan lapar. Obrolan dibutuhkan untuk mengisi keringnya dahaga alih-alih es teh dapat memainkan perannya untuk memenuhi semua itu. Mie rebus dan mie goreng selalu menyapa dengan riang, bakwan dan tahu goreng pun serupa, mengisi setiap kesepian diseluruh resah umat manusia. Secara luas manusia di bumi, dan secara sempit manusia-manusia yang selalu datang di warkop pinggir gang dekat rumah Bung Karno.
Setiap tempat pasti akan meninggalkan suatu bekas yang akhirnya menjadi sesuatu yang asik untuk diceritakan. Maka kali ini aku akan certikan sesuatu yang memiliki pengaruh besar bagi anak-anak muda kelurahan Anggut. Sebuah tempat yang selalu memberikan ide dan gagasan untuk anak-anak muda, serta memikirkan "apo yo enak gawe malam ko?" atau "kemano toboko malam ko idak ngumpul siko?" Tempat itu adalah tempat yang dari dulu menjadi tempat terbaik untuk bertemu bagi masyarakat muda Anggut. Dan tempat ini juga menjadi icon nongkrong buat anak-anak Anggut untuk sekedar melegakan penat setelah aktivitas kerja, kuliah dan sekolah yang menurut beberapa dari kami menjadi sebuah rutinitas yang membosankan. Segala keluh kesah, guyonan jenaka serta pembahasan politik menjadi hal menarik ditempat ini. Tempat ini bernama warkop Kang Iwan.
Kang Iwan yang sudah aku anggap sebagai bapaknya anak-anak muda anggut, bapaknya Anggut Boys kalau aku dan teman-teman bilang. Walaupun Kang Iwan bukan asli Anggut, namun Kang Iwan dengan senang hati mendengarkan keluh kesah kami dan memberikan kami solusi atas apa yang kami lakukan, dari masalah curhat pribadi maupun tentang asmara. Tidak hanya itu, Kang Iwan juga sering memberikan motivasi pada kami agar tetap memikirkan masa depan. Di tempat ini pula di kala tanggal tua dan dompet menipis, Kang Iwan tak segan segan memberi hutangan agar perut kami tidak melilit. Bahkan ketika ada sisa menjelang tutup pun kami sering diberikan cuma-cuma untuk menghabiskan dagangannya.
Warkop Kang Iwan 2018Bagai durian yang tidak lepas dari makanan khas Bengkulu "lempuk", aku dan teman-teman pun juga sulit lepas dari tempat ini. Tapi siapa sangka sejak awal pandemi tiga tahun lalu warkop Kang Iwan tutup, dikarenakan 3 bulan terakhir pemasukan warkopnya sangat menurun. Aaarrrghhhhh dengar kabar buruk itu rasanya kesal sekali. Kami sebagai penunggu wakop itu sangat sedih mendengarnya. Terbesit juga dipikiran kami ingin membantu, tapi perasaan kami mengatakan bantuan ini pasti di tolak, karena kami tahu betul sifat Kang Iwan yang selalu menolak bantuan.
***
Hmmm beberapa saat tanganku berhenti sejenak di atas keyboard pc sambil memejamkan mata, dan membayangkan betapa indahnya kenangan yang ada di warkop itu. Rasanya ingin sekali memutar waktu ke masa-masa indah itu. Sebagian waktu tersita di sini dan aku pun sangat beruntung hadirnya warkop ini. Warkop ini jadi tempat ternyaman untuk betegur sapa, menanyakan kabar dan selalu menjadi tempat terbaik untuk bertemu.
Aku membuka mata setelah beberapa saat terpejam, masih di siang hari bersama pisang goreng dan es kopi, ada kenyataan yang masuk di dalam pikiran aku; Warkop Kang Iwan bukanlah warkop besar, bukanlah warkop yang ada wifi nya. Warkop kang Iwan adalah rumah. Ia adalah tempatnya pulang. Kadang aku setiap pulang kerja selalu mampir di sini. Hanya demi pertemuan dengan kawan dan saudara, berkumpul dan menyanyikan lagu kesukaan kami, dan kita. Inilah warkop Kang Iwan yang menetap dalam pikiran aku, sebuah warkop bagi segala musim. Baik yang kemarau atau penghujan, yang mana saja asal kami bisa kembali berkumpul.
Beserta tulisan ini, aku hanya bisa berharap beliau baik-baik saja di sana. Oh keadaan lekaslah membaik, izinkan kami berjumpa kembali sesegera mungkin.
Ditulis oleh: Fanni Indra Pratama
Tidak ada komentar :
Posting Komentar