Minggu, 27 Februari 2022
Cerita dari meja makan: Nasehat ibu untuk aku dan Liverpool
Jumat, 18 Februari 2022
Hujan berhenti lebih awal
Kamis, 10 Februari 2022
Merindukanmu saat kau tak ada
Aku ingat betul bagaimana dinginnya malam itu. Angin dari utara begitu kencang menghempaskan air matamu. Dua gelas teh hangat masih tak mampu menghangatkan satu malam dan mengantarkannya kepada pagi yang lain.
Aku sudah lama merindukanmu dengan pertanyaan tak terjawab atau segala amarahmu yang selalu melatih kesabaranku.
Ini tentang dirimu rin, tentang kenapa aku menahan tiga tahun nafsu dan menggelontorkannya sekali malam. Apologi itu selalu menyedihkan tapi tak pernah bagi rindu yang serius.
Malam di sini dingin, tapi tak perlu juga membandingkannya dengan temperatur di tempatmu sana. Rindu ini menggebu, masih seperti dulu tidak ada yang berubah dan hanya ada cemburu yang siap menjaga udara di sini tetap pas. Hangat.
Di antara rumahku dan rumahmu cuma terpisah sekiranya satu sekolah menengah swasta, tapi itu pun aku masih merasa kamu demikian jauh. Kadang-kadang segala hal cuma soal hati saja. Soal pilihan semata. Bahwa tak ada jarak yang sepanjang perasaan yang mengeras.
Pikiran yang menggebu? Itu juga. Telinga yang tertutup dan bibir yang tak sudi ketemu. Kadang-kadang lagi menjadi jauh itu lesap sekali, kita bisa selamanya gagap dalam perasaan malu-malu. Sssttt tak ada yang tahu. Seperti biasa setiap menulis tentangmu aku selalu selipkan puisi yang mungkin bisa bikin kamu jengkel wkwkwkwk.
Teh hangat menuju petang
Rin, tidak ada suasana baru
Sejak kamu pergi
Segala yang baru di antara kita
macam gula jawa
dalam secangkir teh hangat
Di ruangan 6x7m yang sepi ini
Aku merindukanmu, iya merindukanmu
Merindukan buatan teh manismu
saat petang tiba
Merindukan tawamu
saat senja datang
Merindukan tangisanmu
saat matahari terbenam
Hoii cintaku
Masih rindukah padaku?
Hahahaha..
Ditulis : Fanni Indra Pratama