Hujan belum berhenti sejak pagi tadi, masih mengguyur jalanan Kota Bengkulu. Di antara mobil, motor dan becak yang bergerak senti demi senti, aku coba bersabar, menghibur diri dengan deretan lagu melownya One Ok Rock. Dalam kebingungan yang tak berkesudahan ada yang mengganjal dalam benak ku.
“Nggak bisa, aku nggak bisa terus-terusan seperti ini.”
Ingatanku menuju pada suatu ketika. Suatu ketika di mana akhirnya aku harus menyerah, dan membiarkan dia pergi. Sejak saat itu, dia bukan siapa-siapa lagi untukku. Lebih tepatnya aku bukan siapa-siapanya lagi untuk dia, bukan lagi tempat untuk dia bercerita, bukan lagi tempat untuk dia tertawa, bukan lagi tempat untuk dia melepaskan rasa penat sepulang kerja, seraya bermanjaan, tidak akan ada lagi rayuan gombal menuju matahari terbenam, dan tidak ada lagi kata-kata cinta, cumbu rayu, atau gombalan-gombalan rindu. Sekarang, aku hanya seorang pria yang dia pernah kenal.
Hal yang paling menakutkan ketika ada dua hati manusia yang memutuskan untuk mengambil jalan berbeda adalah ketika dua hati itu menjadi dua orang asing, yang tidak lagi saling merasa, bahkan tidak lagi saling mengenal, dan rasanya semua hal yang pernah terjadi tidak menjadi apa-apa lagi. Hanya ingatan dan kenangan yang siap untuk dikenang.
Pelan tapi pasti, seperti hati pada umumnya akan saling mengakhiri, akan saling melupakan dan berlalu pergi begitu saja. Aku rasa ini sudah selesai, dan tidak ada lagi hal-hal seru yang kita buat. Atas nama semua yang pernah kita lewati, aku bersyukur kamu sudah mau menemani hari-hari terberatku. Terima kasih untuk segalanya, Terima kasih untuk pertemuan.
***
Sekarang jalanan menjadi senggang, mobil dan motor mulai berjalan dengan kecepatan yang cukup untuk dikatakan kendaraan, dan lamunanku akhirnya harus selesai juga, aku pacu motorku agar sampai ke rumah, rumah di mana aku bisa berdiam sendirian, merenung dan melupakan semuanya.
Ditulis oleh: Fanni Indra Pratama