Hari minggu dari aku bangun tidur tadi kubuka gorden kamar yang putaran bulat itu. Kuputar kiri kanan. Aku bisa lihat di luar sedang hujan. Di kotaku, Bengkulu, hujan selalu datang seperti ini. Serupa rintikan-rintikan kecil yang turun pelan. Ini tidak sungguh-sungguh hujan, batinku. Ini adalah gerimis yang datang tiba-tiba, seperti dulu ia biasa datang padaku.
Hujan gerimis semakin lama semakin deras. Ia menuntunku seperti aku menuntun bapak tua di persimpangan jalan rumah Bung Karno, dan berbisik: "Terima kasih, nak."
Hari akan jadi panjang, pikirku. Hari ini praktis tidak kulakukan apapun yang berarti selain bermain game. Oh iya lupa, aku punya janji sama dirimu yang tak mungkin kutinggal jam sepuluh pagi ini. Kutolak tidur lagi.
Langit gelap dan suara gerimis yang tak kunjung henti itu persis sama dengan wajahmu yang sedang murung, wajahmu yang menahan air mata entah karna apa.
Hoaaahm kamu lagi, kamu lagi. Tak terasa sudah lebih dari satu jam dari aku bangun, aku meracau di dalam tulisan-tulisan yang sedang kuceritakan ini. Ya, ini.
Pikiranku sekelebat tentangmu tadi memecah fokusku untuk mengingat sisa-sisa mimpi semalam. Apa ya tadi mimpiku? APA YA?! AAAH !..
Aku melanjutkan rebahan lagi, lihat atas, rebah kiri kanan. Sepertinya semalam aku mimpi... Apa, ya?
Kuputuskan untuk menyudahi mengingat-ingat mimpi. Mimpi itu kejam. Ia datang bawa pesan yang sulit diterjemahkan. Pesanmu, wajahmu, bayanganmu dan gerak-gerikmu. Aaaaaah.. Pikiran ini terlampau cepat. Tulisanku sampai tak sanggup mengikuti. Sialan.
Di pantai panjang yang indah wajahmu selalu jadi pasir yang ditulis-tulis, atau ikan yang lamis amis haha. Sebab sungguh, tiap-tiap aku kesana selalu saja kehilangan layangan yang senantiasa kumainkan sampai senja datang.
Sudah berkali-kali kukatakan bahwa kehilangan itu wajar. KEHILANGAN ITU WAJAR! Sampai detik ini, aku tetap gagal paham kenapa gerimis jarang datang di kota ini. Pikiranku makin tak jelas pagi ini, tulisanku makin kabur dibawa pikiran yang pergi lari-lari kejauhan. Dari bicara gerimis, mimpi, kamu, kamu lagi. Manusia selalu gitu, ya.
Sampai aku tulis kalimat ini, hujan sudah berhenti turun. Gerimis tinggal sisa harumnya saja. Berapa orang di dunia ini suka bau hujan? Apa hujan ada kenangan yang selalu diingat? Banyak! Hampir setiap orang yang kutemui. Sebab sungguh, ketika mereka mendekam sendiri di tanah kuburan. Selain bunga-bunga kamboja dan doa-doa yang jarang, sahabat mereka hanyalah air hujan, hujan dan hujan.
Minggu pagi, 23 Oktober 2022
Ditulis: Fanni Indra Pratama