SOCIAL MEDIA

Sabtu, 31 Desember 2022

Tahun kedua puluh dua di abad dua satu

Menurutku puisi merupakan perayaan. Aku mengatakannya padamu bukan kali ini tapi sering. Sering banget. 

Tahun kedua puluh dua di abad dua satu, kamu segera pergi dan aku tak perlu cemas menahanmu. Aku tahu ini kedua kalinya kamu pergi meninggalkanku. Beruntungnya aku masih punya puisi yang bisa menyelamatkanku dari tindakan murah macam itu.

Akan kukenang kamu seperti bintang di langit gelap yang mati lama sekali sebelum kutulis ini. "Aku tak lagi punya perasaan yang besar seperti dulu."

Kembang api sudah menyala dari sudut gang rumahku, pertanda malam pergantian tahun akan segera tiba. Selamat tahun baru, kata puisi. Di tahun ini semua orang memanggul tahun yang berat berharap tahun besok mereka lebih kuat, katanya lagi.

Untuk malam ini biar kunyalakan kembang api di antara puisi-puisi yang sedang kutulis ini. Untukmu, sampai jumpa.


Aku tak lagi punya perasaan yang besar seperti dulu

Di malam pergantian tahun baru

Ada kembang api

Dalam diriku dan pikiranmu

Yang selalu kusebut sebelum tahun berganti

Luasnya samudra Hindia

Terbentang khatulistiwa

Hujan malam hari terus menerpa

Malam ini malamnya berpisah

Terima kasih atas segalanya 

Di tahun sebelumnya


Ditulis oleh: Fanni Indra Pratama








Jumat, 23 Desember 2022

Apa rindu masih pantas disebut rindu jika yang merasakannya seorang diri?

Tulisan sederhana yang sulit diungkapkan

Begitulah kenapa aku suka menulis. Kamu benar, aku selalu gagal serius ketika melihat matamu yang coklat itu. Aku gagal membaca arah mata angin dalam perbincangan kita yang selalu berakhir ketawa satu sama lain. Namun itulah juga, bunga, yang mengekalkan kangenku di antara kebencian yang mengubun. 

Aku sudah lama tak menulis lagu, puisi, dan surat untukmu, tentu juga karena aku sangat sibuk dan tak setiap waktu rindu. Selepas kamu sibuk dengan kesibukanmu, aku tentu tahu, menulis surat dan megutarakan rindu tak akan semudah kemarin-kemarin sore.

Sebenarnya aku ingin memulai tulisanku dengan pertanyaan-pertanyaan basa-basi, seperti: Hi There! Apa kabar bunga? Kuharap kamu baik-baik saja dan bola matamu tetap coklat dan suaramu tetap seperti BCL! Hahaha tapi kok aku rasa itu justru akan membuatmu membuang kertas suratku tepat setelah kamu membacanya. 

Mungkin aku hanya menduga karena aku sering merasa tak aman, dan kamu tahu kalau dugaanku memang sering sembilan puluh persen meleset. Di samping itu, aku mulai menggerakkan jariku diatas keyboard PC dengan ditemani lagu-lagu ONE OK ROCK yang kamu tak begitu suka itu. Jadi, aku tak perlu memulainya dengan lagu yang kamu suka, kan?

Bunga, apakah Papa masih suka bermain badminton tiap minggu pagi sekitar jam delapan? Aku tak pernah berkomentar tentang ini, tapi itu adalah segambar kecil yang selalu kuingat dari papa. Kuharap ia selalu diberi sehat, dan mama selalu diantarkan ke mana-mana, terutama kalau mama sedang dirundung mendung dan ingin berdoa. 

Mereka pasangan yang imut, dan kupikir keimutan itu tak datang tiba-tiba pada mereka juga padamu. Kamu dapat keimutan dari mereka, dan mereka barangkali dapat keimutan itu dari waktu yang menumbuhkan cinta mereka.

Kalau kabarmu sendiri? Hehe aku dengar kamu sekarang sudah punya pacar ya? Selamat ya bunga, akhirnya kamu menemukan pelabuhan cinta yang kamu rindukan itu. Kuharap semuanya baik, dan ia menjagamu dengan sebaik-baik mungkin

Di Bengkulu kemarin hujan deras, kalau ingat hujan aku jadi ingat perjalanan kita sepulang jogging di bawah langit tuhan yang gelap itu. Dimana air hujan membasahi kita berdua Hahaha itu moment yang tidak pernah aku lupakan, maka ketika sedang mendengarkan lagu lagu OOR tadi, aku kok jadi merasa ingin menulis surat padamu. Tak dibalas tak apa, dibalas ya syukur, semoga kalau dibaca pacarmu surat ini tak langsung dibuang. Pacarmu bukan pencemburu, kan? Semoga.

Aku belum benar-benar menutup surat ini, sebab seperti biasa, aku masih suka menulis lagu, puisi dan memberikannya padamu cuma-cuma. Semoga kamu masih suka.


Senyuman Manis di Pantai Panjang

Sore itu perjalanan melelahkan

Menikmati indahnya pantai panjang

Dua insan sedang bahagia di samudra lautan

Di atas pasir putih dan ombak karang


Sore itu matahari sore melihatmu

Dengan senyuman manis yang kuinginkan 

Kenangan itu tak akan pernah aku lupakan 

Di pantai ini kamu selalu ku kenang


Semua yang aku lakukan hanya untukmu

Dari hati yang tulus beserta isinya

Senyuman manismu itu tak kan kulupakan

Senyuman itu selalu ku kenang 

Bengkulu, 20 Juni 2020


Puisi 

Rindu kamu dan semuanya

Hujan sore tadi begitu mirip dirimu

Suka membawa rasa sedih 

dan tawa ke mana-mana

Rintikan hujan kedengaran 

lewat kuping, 

lewat nyanyi

lewat angin

lewat doa-doa

lewat segalanya

Mengendapkan mata-mata kucing

mata-mata aku 

mata-mata angin

mata-mata haru 

dan binar-binar matamu

Pulanglah, pulanglah aku rindu 

Bengkulu, 05 September 2020


Aku menulis begini padamu pada malam jam 23.50 menuju pergantian hari, membayangkan dinginnya kota Bengkulu dan kangenku pada dirimu. Malam ini begitu tenang dan percayalah kalau kamu ada di sini bersamaku meminum bandrek paling sempurna ini, kamu bisa tertawa, dan memelihara pertanyaan seperti memelihara ingatan adalah hal yang seringkali subtil. Itulah kenapa aku suka menulis, supaya kamu tahu, aku ada bahan bercerita, menciptakan ruang kosong yang lain lagi denganmu.


Dokpri

https://soundcloud.com/fanny-indrapratama/senyuman-manis-dipantai?si=b2c09075b08e42329a3554c39891cb63&utm_source=clipboard&utm_medium=text&utm_campaign=social_sharing

Ditulis oleh: Fanni Indra Pratama




Senin, 12 Desember 2022

Mendungnya di hari senin

Senin sedang mendung-mendungnya di Bengkulu

Dan hujan mengguyur kota tanpa permisi

Pekerja harian macam saya mudah sekali mengutuk hujan

Terkadang hujan menjadi lebat tiba-tiba saat menjelang pulang kerja

Jas hujan murahan tak seberapa awet dan kaos mulai basah meresap di dada

Dua helai tahu goreng yang mampir di lambung kurang cukup menjadi pondasi melawan dingin

Ohh hujan, berhentilah

Berhentilah

Makhluk Tuhan yang sedang galau ini mau pulang.. 


Ditulis: Fanni Indra Pratama