SOCIAL MEDIA

Senin, 28 Agustus 2023

Fields of Anfield Road

Hari masih terlampau pagi untuk aku yang seharusnya masih terlelap di harinya Liverpool. Nanti malam adalah pertandingan yang ditunggu-tunggu setelah sekian lamanya. Dan Liverpool sudah dirindukan sejatinya sepakbola di rumah sendiri. Beberapa hari sebelum ini, pesan-pesan kerinduan tentang pertandingan sudah kebak di lini masa. Sungguh, teman, hari libur sepakbola sama seperti anak SMA menunggu hasil ujian nasional.

Menonton Liverpool malam ini adalah seperti datang menonton sepakbola dengan pengalaman baru yang bisa dikabarkan ke sanak keluarga tidak dengan malu-malu, dan ini berita paling bagus dari sekian tahun ini. Dari layar pc,smartphone dan tv ada keasyikan yang beda dengan cara mendukung tim kebanggaan. Dengan chants dari rumah kerumah itu yang membuat kita sebagai Liverpool fans selalu semangat untuk mendukung tim kebanggaan. Dan dari situlah kita tahu bahwa mereka yang bermain di lapangan juga sedang dikobar semangatnya.

Anfield, Anfield, Anfield kamu tampak megah di lihat dari sudut mata yang merah ini, aku begitu mengagumimu dalam banyak hal. Kamu adalah perwujudan animisme dan dinamisme sekaligus. Anfield menghadirkan roh-roh kejayaan Liverpool. Segala terekam di Anfield seperti air terjun yang deras arusnya. Ia bisa saja menyegarkan, bisa saja menggelamkan. Anfield selalu menjadi bagian dari bagiamana fans Liverpool mengukir langkahnya.

Selayaknya pertunjukan komedi, Anfield seperti ada di ruang gelap dengan sorot lampu. Ia meraba hendak kemana sementara audiens menertawakan kebingungannya. Ia selalu begitu. Untung saja selalu ada para pendukung yang mendekor petunjukkan dengan apik, mempersiapkan mikrofon terbaik, dengan sorot lampu termegah. Selayaknya pula pertunjukan  komedi, sekeras apapun tawa para penonton akan berakhir dengan riuh tepuk tangan karna pertunjukan berhasil. Seperti itulah Anfield

You'll Never Walk Alone!


Ditulis oleh: Fanni Indra Pratama


Kamis, 17 Agustus 2023

Tempat terbaik untuk bertemu

Sejatinya warung kopi atau lebih disingkat warkop tersedia untuk mereka yang haus dan lapar. Obrolan dibutuhkan untuk mengisi keringnya dahaga alih-alih es teh dapat memainkan perannya untuk memenuhi semua itu. Mie rebus dan mie goreng selalu menyapa dengan riang, bakwan dan tahu goreng pun serupa, mengisi setiap kesepian diseluruh resah umat manusia. Secara luas manusia di bumi, dan secara sempit manusia-manusia yang selalu datang di warkop pinggir gang dekat rumah Bung Karno.

Setiap tempat pasti akan meninggalkan suatu bekas yang akhirnya menjadi sesuatu yang asik untuk diceritakan. Maka kali ini aku akan certikan sesuatu yang memiliki pengaruh besar bagi anak-anak muda kelurahan Anggut. Sebuah tempat yang selalu memberikan ide dan gagasan untuk anak-anak muda, serta memikirkan "apo yo enak gawe malam ko?" atau "kemano toboko malam ko idak ngumpul siko?" Tempat itu adalah tempat yang dari dulu menjadi tempat terbaik untuk bertemu bagi masyarakat muda Anggut. Dan tempat ini juga menjadi icon nongkrong buat anak-anak Anggut untuk sekedar melegakan penat setelah aktivitas kerja, kuliah dan sekolah yang menurut beberapa dari kami menjadi sebuah rutinitas yang membosankan. Segala keluh kesah, guyonan jenaka serta pembahasan politik menjadi hal menarik ditempat ini. Tempat ini bernama warkop Kang Iwan.

Kang Iwan yang sudah aku anggap sebagai bapaknya anak-anak muda anggut, bapaknya Anggut Boys kalau aku dan teman-teman bilang. Walaupun Kang Iwan bukan asli Anggut, namun Kang Iwan dengan senang hati mendengarkan keluh kesah kami dan memberikan kami solusi atas apa yang kami lakukan, dari masalah curhat pribadi maupun tentang asmara. Tidak hanya itu, Kang Iwan juga sering memberikan motivasi pada kami agar tetap memikirkan masa depan. Di tempat ini pula di kala tanggal tua dan dompet menipis, Kang Iwan tak segan segan memberi hutangan agar perut kami tidak melilit. Bahkan ketika ada sisa menjelang tutup pun kami sering diberikan cuma-cuma untuk menghabiskan dagangannya.

                                                                Warkop Kang Iwan 2018


Bagai durian yang  tidak lepas dari makanan khas Bengkulu "lempuk", aku dan teman-teman pun juga sulit lepas dari tempat ini. Tapi siapa sangka sejak awal pandemi tiga tahun lalu warkop Kang Iwan tutup, dikarenakan 3 bulan terakhir pemasukan warkopnya sangat menurun. Aaarrrghhhhh dengar kabar buruk itu rasanya kesal sekali. Kami sebagai penunggu wakop itu sangat sedih mendengarnya. Terbesit juga dipikiran kami ingin membantu, tapi perasaan kami mengatakan bantuan ini pasti di tolak, karena kami tahu betul sifat Kang Iwan yang selalu menolak bantuan.

***

Hmmm beberapa saat tanganku berhenti sejenak di atas keyboard pc sambil memejamkan mata, dan membayangkan betapa indahnya kenangan yang ada di warkop itu. Rasanya ingin sekali memutar waktu ke masa-masa indah itu. Sebagian waktu tersita di sini dan aku pun sangat beruntung hadirnya warkop ini. Warkop ini jadi tempat ternyaman untuk betegur sapa, menanyakan kabar dan selalu menjadi tempat terbaik untuk bertemu.

Aku membuka mata setelah beberapa saat terpejam, masih di siang hari bersama pisang goreng dan es kopi, ada kenyataan yang masuk di dalam pikiran aku; Warkop Kang Iwan bukanlah warkop  besar, bukanlah warkop yang ada wifi nya. Warkop kang Iwan adalah rumah. Ia adalah tempatnya pulang. Kadang aku setiap pulang kerja selalu mampir di sini. Hanya demi pertemuan dengan kawan dan saudara, berkumpul dan menyanyikan lagu kesukaan kami, dan kita. Inilah warkop Kang Iwan yang menetap dalam pikiran aku, sebuah warkop bagi segala musim. Baik yang kemarau atau penghujan, yang mana saja asal kami bisa kembali berkumpul.

Beserta tulisan ini, aku hanya bisa berharap beliau baik-baik saja di sana. Oh keadaan lekaslah membaik, izinkan kami berjumpa kembali sesegera mungkin.


Ditulis oleh: Fanni Indra Pratama