SOCIAL MEDIA

Minggu, 17 Maret 2024

Dirgahayu Kota Kelahiranku, Bengkulu

Aku sudah lupa persisnya kapan, tapi yang teringat adalah manakala aku iseng membuka youtube beberapa bulan yang lalu. Pada kolom pencarian aku menuliskan lagu Kota Bengkulu. Di antara beberapa hasil yang keluar aku memilih untuk melihat sebuah video dari TN Rumah Rekaman. Judulnya tertera jelas; Tanah Bengkulu.

Aku mendengarkan lagu itu sampai selesai. Merinding. Waktu itu aku tak habis pikir mengapa kemudian ada lagu ini yang bagi aku sangat menyentuh. Menggambarkan bagaimana suasana yang ada di  kota ini. Tentang kebanggaan atas apa yang ada di dalamnya. Pikiran akupun berlari kemana-mana. Mengingat memori-memori lawas tentang apa yang sudah ditemui di kota ini.

Sebagai asli Bengkulu lagu ini sangat merekam kehangatan kota. Aku sangat bangga bisa dilahirkan dan dibesarkan di kota ini. Boleh dibilang Bengkulu tempat di mana aku menempah diri, bertumbuh dewasa dan berproses segala hiruk pikuk kehidupan. Tentu, tidak melulu perihal keceriaan yang terjadi. Sering kali kegagalan melanda diri di kota ini. Tapi sejenak kemudian, mengitari jalan-jalanan kota menjadi pelipur lara ketika berada di titik terendah.

Setiap sore aku sering menyalakan motor lalu jalan-jalan tanpa arah berkeliling kota. Kemudian berhenti secara acak di kedai kecil pingir jalan yang aku temui. Memesan secangkir kopi susu lalu duduk terdiam mengamati sekitar. Sesekali aku ajak ngobrol penjual kedai yang melayani dengan ramah.

Seperti dalam lirik lagu Tanah Bengkulu, banyak tempat di kota ini yang seolah menunggu di datangi, sudut-sudut kota  yang menarik untuk di singgahi, kedai kecil yang ramah untuk di larisi. Ramah penjualnya, ramah juga senyumannya. Tidak, Bengkulu tidak melulu tentang ramahnya masyarakat, tidak melulu soal kehangatan kota. Lebih dari itu, ada hal-hal yang tak terdefiniskan di dalam kota ini. Ada cahaya tak kasat mata yang bisa secara tiba-tiba datang menghampiri.

Keberagaman dan kehangatan adalah hal lain yang membuat aku semakin nyaman di kota kebanggaan ini. Kalau ukuran sifat dan perilaku mungkin masyarakat Bengkulu masih jauh untuk kata sempurna. Namun dari semua itu cinta dan kenyamananlah yang buat kami semakin terpupuk. Mencintai tidak perlu alasan logis dan terukur. Mencintai adalah kelumrahan yang tak dapat di perbandingkan satu dengan lainnya. Setidaknya itu yang aku yakini. Dan keberagaman menjadi wujud kecintaan pelengkap akan kota ini.

Media sosial cukup ramai hari ini dengan ucapan selamat atas hari jadi Kota Bengkulu yang ke 305 tahun. Kota yang tak bisa dibilang muda. Namun semangat masyarakat di dalamnya seperti tak mengubris angka yang tersemat pada usia kota ini dan hari ini ingin aku sampaikan rasa terima kasih mendalam terhadap kota ini, terhadap orang-orang di dalamnya. Juga terhadap kebersamaan yang sudah menyatukan banyak hal. Kota ini mempertemukan aku dengan kawan-kawan baik, mendekatkan dengan perempuan yang aku cintai, dan memberikan pembelajaran yang sulit untuk dinilai.

Ya, setiap kita pernah merasa kecewa, merasa gagal, mencoba kembali ceria, bangkit lagi, semangat lagi, seterusnya sampai kita berproses.

Tugu Thomas Park pernah menjadi saksi amarah aku yang membara di tengah panas teriknya kota. Benteng Marlborough pernah menjadi saksi pertemuan singkat yang tidak pernah aku lupakan. Kedai kecil sepanjang jalanan kota pernah menjadi saksi perbincangan yang tidak terlalu penting namun membahagiakan. Pantai Panjang pernah menjadi saksi cinta aku dan dia. Dan rumah Bung Karno pernah menjadi saksi harapan aku untuk sebuah perbaikan.

Untuk setiap sudut kota sudah banyak cerita yang dilewati. Namun masih banyak juga cerita-cerita lain yang siap disajikan kedepannya. Bengkulu, terima kasih sudah menjadi kota yang penuh dengan adat kebudayaan dan keberagaman. Semoga kota ini selalu meyisahkan doa. Sehat selalu semuanya.

Dirgahayu!





Ditulis: Fanni Indra Pratama

Minggu, 10 Maret 2024

Bulan Ramadhan dalam hujan semenit mengenangmu

Mungkin saat ini 
Aku sedang termenung 
glundang-glundung 
di kamar yang 
Kecil berukuran 4x5m 

Bulan Ramadhan 
Tahun ini berbeda 
Jauh dari keluarga 
Jauh dari harapan 
Jauh dari jauh 

Di bawah langit-Mu 
Hujan pun turun 
Hujan paling syahdu 
Seperti lukisan-lukisan Dali 
Atau foto-foto ibuku di tahun-tahun lama 

Atau mungkin sekarang 
Aku sedang termenung 
Melihat story whatsapp 
Teman, kerabat, sanak dan saudara 
Berkumpul bersama keluarga 
Dan menyimpan rasa sedih begitu dalam 
Persis sore menjelang magrib 
Sambil memandang layar 
Telepon genggam 
Melempar dan menahan 
Rindu 

Atau mungkin aku sedang murung 
Dirundung gelisah 
Bagai penantian pada pak pos 
Yang tak pernah datang 
Mengantar harum hujan dalam 
Sepucuk surat yang basah 
Oleh setetes 
Lelah, keringat, dan harap 

Atau tiap reka-reka peristiwa 
Mungkin aku tak mengalaminya 
Sebab aku hanya merasa 
Pada kertas yang tak pernah 
Mengeluh 
Meski kuumpat asu 
Atau macam-macam umpatan lain khas 
Kota kita yang tak pernah 
Berhenti menjadi rumah tersyahdu 
Bagi sepasang kekasih 
Paling romantis 

Bulan Ramadhan 
Kita bertemu lagi 
Di suasana yang 
Berbeda 
Berharap untuk tahun 
Yang akan datang 
Juga begitu 



Ditulis: Fanni Indra Pratama