Ikan dan si ayam
Menerima nasib dilahirkan
Pada puluhan abad yang lalu
Pada tahun-tahun yang berdempetan
Dan simbol-simbol yang bersebelahan
Si ikan akan menelusuri lautan paling
Dalam di jiwanya sendiri
Si ayam terjaga dalam subuh pagi
Yang masih membiru
Bulan mei ialah bulan yang terang
Berpijar seperti kandilion yang
Tak pernah padam
Atau pun surut dari goda-goda
Hingar bingar bianglala di pasar malam
Si ayam menjaga si ikan
Sebagaimana persaudaraan
Diikat di sebatang pohon cinta paling kekal
Begitu pula sebaliknya
Sebab kata bapak dan ibu,
Cuma ketulusanlah
Yang membikin syukur terus dinyalakan
Beruntunglah ikan
Si ayam adalah
Pengembara dengan sayang
Paling malu-malu
(juga) beruntunglah ayam
Si ikan adalah syair
Dari doa-doa padang pasir
Atau kau boleh menyebut juga
Air di teruk nasib hari esok
Mei, Mei, Mei
Bulan yang baik tidak pernah
Satu kali saja ingkar
Kata mereka di sebuah percakapan
Penuh lika liku
Di rahim milkyway
Dunia yang luas
Beranak segala nasib
Dari bintang redup yang bercumbu
Kelelahan
( blarblarblar..)
Ayam dan ikan ini
Sepertinya suka bersyukur dari balik
Puisi atau sajak romantis
Sebagaimana setiap narasi
Yang tiap kali datang
Kepadamu ketika duduk-duduk
Santai di bawah pohon kelapa
Siang-siang hari
Mei, Mei, Mei
Kepada nasib baiklah kita bersender
Menggelayutkan hari baik di sebalik obrolan Pendek
P.S: Tulisan ini merupakan kolaborasiku dengan Adikku sebagai ucapan maturnuwun kepada Bulan Mei yang memungkinkan kami merayakan banyak hal dengan kedekatan yang begitu itu. Dan tentu, karena kesibukanku dan adiku, tulisan ini baru sempat dipos pada penghujung Mei. Semoga kamu suka.
Ditulis: Fanni Indra Pratama & Bella Indah Permata Sari
Tidak ada komentar :
Posting Komentar